Yahoo Italia Ricerca nel Web

Risultati di ricerca

  1. Chairil Anwar spent his childhood in Medan, Indonesia, where he was educated at a Dutch school, but in 1940 he was forced to abandon his education when he and his mother moved to Jakarta. Still, Anwar devoted his time to reading poetry and-finding his inspiration in the street life of Jakarta---to writing.

  2. Analisis Puisi: Puisi "Derai-Derai Cemara" karya Chairil Anwar menggambarkan perenungan yang dalam terhadap pengalaman hidup dan perubahan yang dialami sepanjang masa. Gambaran Alam: Puisi dimulai dengan gambaran alam yang kuat, khususnya derai cemara yang melambangkan kesendirian dan kehampaan. Derai cemara yang menderai sampai jauh membawa ...

  3. Terjang. Puisi "Diponegoro" karya Chairil Anwar adalah sebuah karya yang menggambarkan semangat pejuang, heroisme, dan perjuangan seorang pahlawan, yaitu Pangeran Diponegoro, yang melawan penjajahan Belanda. Dalam puisi ini, Chairil Anwar menggambarkan semangat perjuangan yang tulus, keberanian, dan tekad untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa.

  4. Dalam kelas, Chairil Anwar biasanya diperkenalkan sebagai penyair yang memiliki vitalitas, yang terutama terungkap dalam puisi “Aku”. Sajak yang larik terakhirnya mengawali tulisan ini mengandung antara lain bait bait berikut: Aku ini binatang jalang. Dari kumpulannya terbuang. Biar peluru menembus kulitku.

  5. Setelah itu, Chairil Anwar belajar sendiri (autodidak). Dia giat belajar bahasa Belanda, bahasa Inggris, dan bahasa Jerman, sehingga akhirnya ia dapat membaca dan mempelajari karya sastra dunia yang ditulis dalam bahasa-bahasa asing itu. Chairil Anwar hanya seorang penyair dan hidup dengan menyair. Dia mendapat uang dari hasil menulis sajak.

  6. 13 apr 2021 · From 1942 until his death in 1949 he wrote seventy-odd poems, along with some prose pieces, radio scripts, and translations. Raised as a Muslim, Anwar had a fascination with Christianity evidenced in such poems as “Jesus.” The anniversary of his death is celebrated in Indonesia as National Literature Day.

  7. Chairil Anwar was one of the famed figures of the “1945 Generation,” that group of luminaries who brought heat and light to Indonesian literature in the formative years of the new nation. Through his poetry, Chairil Anwar succeeded in infusing Indonesian verse with a new spirit and bringing a new enthusiasm to Indonesia’s cultural arena.